print this page Print Halaman Ini

Selasa, 06 Maret 2012

TEKNIK PENDAKIAN

Dasar Pendakian Tebing Batu
  

Jenis-Jenis Pendakian / Perjalanan

Olah
raga mendaki gunung sebenarnya mempunyai tingkat dan kualifikasinya.
Seperti yang sering kita kenal dengan istilah mountaineering atau
istilah serupa lainnya.

Menurut bentuk dan jenis medan yang dihadapi, mountaineering dapat dibagi sebagai berikut :




1. Hill Walking / Feel Walking
  • Perjalanan
    mendaki bukit-bukit yang relatif landai. Tidak membutuhkan
    peralatan teknis pendakian. Perjalanan ini dapat memakan waktu
    sampai beberapa hari. Contohnya perjalanan ke Gunung Gede atau
    Ceremai.


2. Scarmbling
  • Pendakian
    setahap demi setahap pada suatu permukaan yang tidak begitu
    terjal. Tangan kadang-kadang dipergunakan hanya untuk
    keseimbangan. Contohnya : pendakian di sekitar puncak Gunung Gede
    Jalur Cibodas.


3. Climbing

  • Dikenal
    sebagai suatu perjalanan pendek, yang umumnya tidak memakan
    waktu lebih dari 1 hari,hanya rekreasi ataupun beberapa pendakian
    gunung yang praktis. Kegiatan pendakian yang membutuhkan
    penguasaan teknik mendaki dan penguasaan pemakaian peralatan. Bentuk climbing ada 2 macam :

a. Rock Climbing

- pendakian pada tebing-tebing batau atau dinding karang. Jenis pendakian ini
yang umumnya ada di daerah tropis.

b. Snow and Ice Climbing

- Pendakian pada es dan salju. Pada pendakian ini, peralatan-peralatan
khusus sangat diperlukan, seperti ice axe, ice screw, crampton, dll.


Teknik Dasar Pendakian / Rock Climbing



Teknik Mendaki

1. Face Climbing



Yaitu
memanjat pada permukaan tebing dimana masih terdapat tonjolan atau
rongga yang memadai sebagai pijakan kaki maupun pegangan tangan. Para
pendaki pemula biasanya mempunytai kecenderungan untuk mempercayakan
sebagian berat badannya pada pegangan tangan, dan menempatkan badanya
rapat ke tebing. Ini adalah kebiasaan yang salah. Tangan manusia tidak
bias digunakan untuk mempertahankan berat badan dibandingkan kaki,
sehingga beban yang diberikan pada tangan akan cepat melelahkan untuk
mempertahankan keseimbangan badan. Kecenderungan merapatkan berat badan
ke tebing dapat mengakibatkan timbulnya momen gaya pada tumpuan
kaki. Hal ini memberikan peluang untuk tergelincir.Konsentrasi berat
di atas bidang yang sempit (tumpuan kaki) akan memberikan gaya gesekan
dan kestabilan yang lebih baik.




2. Friction / Slab Climbing

 Teknik
ini semata-mata hanya mengandalkan gaya gesekan sebagai gaya penumpu.
Ini dilakukan pada permukaan tebing yang tidak terlalu vertical,
kekasaran permukaan cukup untuk menghasilkan gaya gesekan. Gaya gesekan
terbesar diperoleh dengan membebani bidang gesek dengan bidang normal
sebesar mungkin. Sol sepatu yang baik dan pembebanan maksimal diatas
kaki akan memberikan gaya gesek yang baik.








3. Fissure Climbing


 Teknik
ini memanfaatkan celah yang dipergunakan oleh anggota badan yang
seolah-olah berfungsi sebagai pasak. Dengan cara demikian, dan beberapa
pengembangan, dikenal teknik-teknik berikut.


  • Jamming,
    teknik memanjat dengan memanfaatkan celah yang tidak begitu
    besar. Jari-jari tangan, kaki, atau tangan dapat
    dimasukkan/diselipkan pada celah sehingga seolah-olah menyerupai
    pasak.
  • Chimneying,
    teknik memanjat celah vertical yang cukup lebar (chomney). Badan
    masuk diantara celah, dan punggung di salah satu sisi tebing.
    Sebelah kaki menempel pada sisi tebing depan, dan sebelah lagi
    menempel ke belakang. Kedua tangan diletakkan menempel pula. Kedua
    tangan membantu mendororng keatas bersamaan dengan kedua kaki
    yang mendorong dan menahan berat badan.
  • Bridging,
    teknik memanjat pada celah vertical yang cukup besar (gullies).
    Caranya dengan menggunakan kedua tangan dan kaki sebagai pegangan
    pada kedua celah tersebut. Posisi badan mengangkang, kaki
    sebagai tumpuan dibantu oleh tangan yang juga berfungsi sebagai
    penjaga keseimbangan.
  • Lay
    Back, teknik memanjat pada celah vertical dengan menggunakan
    tangan dan kaki. Pada teknik ini jari tangan mengait tepi celah
    tersebut dengan punggung miring sedemikian rupa untuk menenpatkan
    kedua kaki pada tepi celah yang berlawanan. Tangan menarik
    kebelakang dan kaki mendorong kedepan dan kemudian bergerak naik
    ke atas silih berganti.
   Chris chimneying by s_mestdagh. bridging




Pembagian Pendakian Berdasarkan Pemakaian Alat



Free Climbing

 Sesuai
dengan namanya, pada free climbing alat pengaman yang paling baik
adalah diri sendiri. Namun keselamatan diri dapat ditingkatkan dengan
adanya keterampilan yang diperoleh dari latihan yang baik dan mengikuti
prosedur yang benar. Pada free climbing, peralatan berfungsi hanya
sebagai pengaman bila jatuh. Dalam pelaksanaanya ia bergerak sambil
memasang, jadi walaupun tanpa alat-alat tersebut ia masih mampu
bergerak atau melanjutkan pendakian. Dalam pendakian tipe ini seorang
pendaki diamankan oleh belayer.








Free Soloing

 Merupakan
bagian dari free climbing, tetapi sipendaki benar-benar melakukan
dengan segala resiko yang siap dihadapinya sendiri.Dalam pergerakannya
ia tidak memerlukan peralatan pengaman. Untuk melakukan free soloing
climbing, seorang pendaki harus benar-benar mengetahui segala bentuk
rintangan atau pergerakan pada rute yang dilalui. Bahkan kadang-kadang
ia harus menghapalkan dahulu segala gerakan, baik itu tumpuan ataupun
pegangan, sehingga biasanya orang akan melakukan free soloing climbing
bila ia sudah pernah mendaki pada lintasan yang sama. Resiko yang
dihadapi pendaki tipe ini sangat fatal sekali, sehingga hanya orang
yang mampu dan benar-benar professional yang akan melakukannya.







Atrificial Climbing

 Pemanjatan
tebing dengan bantuan peralatan tambahan, seperti paku tebing, bor,
stirrup, dll. Peralatan tersebut harus digunakan karena dalam pendakian
sering sekali dihadapi medan yang kurang atau tidak sama sekali
memberikan tumpuan atau peluang gerak yang memadai.








System Pendakian



1. Himalaya Sytle

Sistem pendakian yang biasanya dengan rute yang panjang sehingga untuk
mencapai sasaran (puncak) diperlukan waktu yang lama. Sistem ini
berkembang pada pendakian-pendakian ke Pegunungan Himalaya. Pendakian
tipe ini biasanya terdiri atas beberapa kelompok dan tempat-tempat
peristirahatan (base camp, fly camp). Sehingga dengan berhasilnya satu
orang dari seluruh team, berarti pendakian itu sudah berhasil untuk
seluruh team.





2. Alpine Style

Sistem ini banyak dikembangkan di pegunungan Eropa. Pendakian ini
mempunyai tujuan bahwa semua pendaki harus sampai di puncak dan baru
pendakian dianggap berhasil. Sistem pendakian ini umumnya lebih cepat
karena para pendaki tidak perlu lagi kembali ke base camp (bila
kemalaman bias membuat fly camp baru, dan esoknya dilanjutkan kembali).

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls